06 Juni - Pengkhotbah
1:12-6:12
Pengejaran hikmat adalah sia-sia
Aku,
Pengkhotbah, adalah raja atas Israel di Yerusalem. Aku membulatkan hatiku untuk
memeriksa dan menyelidiki dengan hikmat segala yang terjadi di bawah langit.
Itu pekerjaan yang menyusahkan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia
untuk melelahkan diri. Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang
di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha
menjaring angin. Yang bongkok tak dapat diluruskan, dan yang tidak ada tak
dapat dihitung. Aku berkata dalam hati: "Lihatlah, aku telah memperbesar
dan menambah hikmat lebih dari pada semua orang yang memerintah atas Yerusalem
sebelum aku, dan hatiku telah memperoleh banyak hikmat dan pengetahuan."
Aku telah membulatkan hatiku untuk memahami hikmat dan pengetahuan, kebodohan
dan kebebalan. Tetapi aku menyadari bahwa hal inipun adalah usaha menjaring
angin, karena di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati, dan siapa
memperbanyak pengetahuan, memperbanyak kesedihan.
Kesenangan adalah sia-sia
Aku berkata
dalam hati: "Mari, aku hendak menguji kegirangan! Nikmatilah kesenangan!
Tetapi lihat, juga itupun sia-sia." Tentang tertawa aku berkata: "Itu
bodoh!", dan mengenai kegirangan: "Apa gunanya?" Aku menyelidiki
diriku dengan menyegarkan tubuhku dengan anggur, --sedang akal budiku tetap
memimpin dengan hikmat--,dan dengan memperoleh kebebalan, sampai aku mengetahui
apa yang baik bagi anak-anak manusia untuk dilakukan di bawah langit selama
hidup mereka yang pendek itu.
Aku melakukan
pekerjaan-pekerjaan besar, mendirikan bagiku rumah-rumah, menanami bagiku
kebun-kebun anggur; aku mengusahakan bagiku kebun-kebun dan taman-taman, dan
menanaminya dengan rupa-rupa pohon buah-buahan; aku menggali bagiku kolam-kolam
untuk mengairi dari situ tanaman pohon-pohon muda. Aku membeli budak-budak
laki-laki dan perempuan, dan ada budak-budak yang lahir di rumahku; aku
mempunyai juga banyak sapi dan kambing domba melebihi siapapun yang pernah
hidup di Yerusalem sebelum aku. Aku mengumpulkan bagiku juga perak dan emas,
harta benda raja-raja dan daerah-daerah. Aku mencari bagiku biduan-biduan dan
biduanita-biduanita, dan yang menyenangkan anak-anak manusia, yakni banyak
gundik. Dengan demikian aku menjadi besar, bahkan lebih besar dari pada
siapapun yang pernah hidup di Yerusalem sebelum aku; dalam pada itu hikmatku
tinggal tetap padaku. Aku tidak merintangi mataku dari apapun yang
dikehendakinya, dan aku tidak menahan hatiku dari sukacita apapun, sebab hatiku
bersukacita karena segala jerih payahku. Itulah buah segala jerih payahku.
Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala
usaha yang telah kulakukan untuk itu dengan jerih payah, lihatlah, segala
sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin; memang tak ada keuntungan
di bawah matahari.
Hikmat dan kebebalan adalah sia-sia
Lalu aku
berpaling untuk meninjau hikmat, kebodohan dan kebebalan, sebab apa yang dapat
dilakukan orang yang menggantikan raja? Hanya apa yang telah dilakukan orang.
Dan aku melihat bahwa hikmat melebihi kebodohan, seperti terang melebihi
kegelapan. Mata orang berhikmat ada di kepalanya, sedangkan orang yang bodoh
berjalan dalam kegelapan, tetapi aku tahu juga bahwa nasib yang sama menimpa
mereka semua. Maka aku berkata dalam hati: "Nasib yang menimpa orang bodoh
juga akan menimpa aku. Untuk apa aku ini dulu begitu berhikmat?" Lalu aku
berkata dalam hati, bahwa inipun sia-sia. Karena tidak ada kenang-kenangan yang
kekal baik dari orang yang berhikmat, maupun dari orang yang bodoh, sebab pada
hari-hari yang akan datang kesemuanya sudah lama dilupakan. Dan, ah, orang yang
berhikmat mati juga seperti orang yang bodoh!
Usaha adalah sia-sia
Oleh sebab itu
aku membenci hidup, karena aku menganggap menyusahkan apa yang dilakukan di
bawah matahari, sebab segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring
angin. Aku membenci segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah
matahari, sebab aku harus meninggalkannya kepada orang yang datang sesudah aku.
Dan siapakah yang mengetahui apakah orang itu berhikmat atau bodoh? Meskipun
demikian ia akan berkuasa atas segala usaha yang kulakukan di bawah matahari
dengan jerih payah dan dengan mempergunakan hikmat. Inipun sia-sia.
Dengan demikian
aku mulai putus asa terhadap segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di
bawah matahari. Sebab, kalau ada orang berlelah-lelah dengan hikmat,
pengetahuan dan kecakapan, maka ia harus meninggalkan bahagiannya kepada orang
yang tidak berlelah-lelah untuk itu. Inipun kesia-siaan dan kemalangan yang
besar. Apakah faedahnya yang diperoleh manusia dari segala usaha yang
dilakukannya dengan jerih payah di bawah matahari dan dari keinginan hatinya?
Seluruh hidupnya penuh kesedihan dan pekerjaannya penuh kesusahan hati, bahkan
pada malam hari hatinya tidak tenteram. Inipun sia-sia.
Tak ada yang
lebih baik bagi manusia dari pada makan dan minum dan bersenang-senang dalam
jerih payahnya. Aku menyadari bahwa inipun dari tangan Allah. Karena siapa
dapat makan dan merasakan kenikmatan di luar Dia? Karena kepada orang yang
dikenan-Nya Ia mengaruniakan hikmat, pengetahuan dan kesukaan, tetapi orang
berdosa ditugaskan-Nya untuk menghimpun dan menimbun sesuatu yang kemudian
harus diberikannya kepada orang yang dikenan Allah. Inipun kesia-siaan dan
usaha menjaring angin.
Untuk segala sesuatu ada waktunya
Untuk segala
sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk
lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk
mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan;
ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis,
ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; ada
waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk
memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari,
ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk
membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk
berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada waktu
untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai. Apakah untung
pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah? Aku telah melihat
pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan
dirinya. Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan
kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan
yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir. Aku tahu bahwa untuk mereka tak
ada yang lebih baik dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam hidup
mereka. Dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan
dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian Allah.
Aku tahu bahwa
segala sesuatu yang dilakukan Allah akan tetap ada untuk selamanya; itu tak
dapat ditambah dan tak dapat dikurangi; Allah berbuat demikian, supaya manusia
takut akan Dia. Yang sekarang ada dulu sudah ada, dan yang akan ada sudah lama
ada; dan Allah mencari yang sudah lalu.
Ketidakadilan dalam hidup
Ada lagi yang
kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat
ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situpun terdapat ketidakadilan.
Berkatalah aku dalam hati: "Allah akan mengadili baik orang yang benar
maupun yang tidak adil, karena untuk segala hal dan segala pekerjaan ada
waktunya." Tentang anak-anak manusia aku berkata dalam hati: "Allah
hendak menguji mereka dan memperlihatkan kepada mereka bahwa mereka hanyalah
binatang." Karena nasib manusia adalah sama dengan nasib binatang, nasib
yang sama menimpa mereka; sebagaimana yang satu mati, demikian juga yang lain.
Kedua-duanya mempunyai nafas yang sama, dan manusia tak mempunyai kelebihan
atas binatang, karena segala sesuatu adalah sia-sia. Kedua-duanya menuju satu
tempat; kedua-duanya terjadi dari debu dan kedua-duanya kembali kepada debu.
Siapakah yang mengetahui, apakah nafas manusia naik ke atas dan nafas binatang
turun ke bawah bumi. Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi manusia
dari pada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itu adalah bahagiannya. Karena
siapa akan memperlihatkan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia?
Penindasan dan jerih payah
Lagi aku melihat
segala penindasan yang terjadi di bawah matahari, dan lihatlah, air mata
orang-orang yang ditindas dan tak ada yang menghibur mereka, karena di fihak
orang-orang yang menindas ada kekuasaan. Oleh sebab itu aku menganggap
orang-orang mati, yang sudah lama meninggal, lebih bahagia dari pada
orang-orang hidup, yang sekarang masih hidup. Tetapi yang lebih bahagia dari
pada kedua-duanya itu kuanggap orang yang belum ada, yang belum melihat
perbuatan jahat, yang terjadi di bawah matahari.
Dan aku melihat
bahwa segala jerih payah dan segala kecakapan dalam pekerjaan adalah iri hati
seseorang terhadap yang lain. Inipun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
Orang yang bodoh melipat tangannya dan memakan dagingnya sendiri. Segenggam
ketenangan lebih baik dari pada dua genggam jerih payah dan usaha menjaring
angin.
Kesia-siaan dalam hidup
Aku melihat lagi
kesia-siaan di bawah matahari: ada seorang sendirian, ia tidak mempunyai anak
laki-laki atau saudara laki-laki, dan tidak henti-hentinya ia berlelah-lelah,
matanyapun tidak puas dengan kekayaan; --untuk siapa aku berlelah-lelah dan
menolak kesenangan? --Inipun kesia-siaan dan hal yang menyusahkan. Berdua lebih
baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih
payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya,
tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk
mengangkatnya! Juga kalau orang tidur berdua, mereka menjadi panas, tetapi
bagaimana seorang saja dapat menjadi panas? Dan bilamana seorang dapat dialahkan,
dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan.
Lebih baik
seorang muda miskin tetapi berhikmat dari pada seorang raja tua tetapi bodoh,
yang tak mau diberi peringatan lagi. Karena dari penjara orang muda itu keluar
untuk menjadi raja, biarpun ia dilahirkan miskin semasa pemerintahan orang yang
tua itu. Aku melihat semua orang yang hidup di bawah matahari berjalan
bersama-sama dengan orang muda tadi, yang akan menjadi pengganti raja itu.
Tiada habis-habisnya rakyat yang dipimpinnya, namun orang yang datang kemudian
tidak menyukai dia. Oleh sebab itu, inipun kesia-siaan dan usaha menjaring
angin.
Takutlah akan Allah
Jagalah
langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar
adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh
orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat.
Janganlah
terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan
perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh
sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit. Karena sebagaimana mimpi disebabkan
oleh banyak kesibukan, demikian pula percakapan bodoh disebabkan oleh banyak
perkataanKalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya,
karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu. Lebih baik
engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya. Janganlah
mulutmu membawa engkau ke dalam dosa, dan janganlah berkata di hadapan utusan Allah
bahwa engkau khilaf. Apakah perlu Allah menjadi murka atas ucapan-ucapanmu dan
merusakkan pekerjaan tanganmu? Karena sebagaimana mimpi banyak, demikian juga
perkataan sia-sia banyak. Tetapi takutlah akan Allah.
Kesia-siaan kekayaan
Kalau engkau
melihat dalam suatu daerah orang miskin ditindas dan hukum serta keadilan
diperkosa, janganlah heran akan perkara itu, karena pejabat tinggi yang satu
mengawasi yang lain, begitu pula pejabat-pejabat yang lebih tinggi mengawasi
mereka. Suatu keuntungan bagi negara dalam keadaan demikian ialah, kalau
rajanya dihormati di daerah itu.
Siapa mencintai
uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas
dengan penghasilannya. Inipun sia-sia. Dengan bertambahnya harta, bertambah pula
orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain dari
pada melihatnya? Enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan sedikit maupun
banyak; tetapi kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur. Ada
kemalangan yang menyedihkan kulihat di bawah matahari: kekayaan yang disimpan
oleh pemiliknya menjadi kecelakaannya sendiri. Dan kekayaan itu binasa oleh
kemalangan, sehingga tak ada suatupun padanya untuk anaknya. Sebagaimana ia
keluar dari kandungan ibunya, demikian juga ia akan pergi, telanjang seperti
ketika ia datang, dan tak diperolehnya dari jerih payahnya suatupun yang dapat
dibawa dalam tangannya. Inipun kemalangan yang menyedihkan. Sebagaimana ia
datang, demikianpun ia akan pergi. Dan apakah keuntungan orang tadi yang telah
berlelah-lelah menjaring angin? Malah sepanjang umurnya ia berada dalam
kegelapan dan kesedihan, mengalami banyak kesusahan, penderitaan dan kekesalan.
Lihatlah, yang
kuanggap baik dan tepat ialah, kalau orang makan minum dan bersenang-senang
dalam segala usaha yang dilakukan dengan jerih payah di bawah matahari selama
hidup yang pendek, yang dikaruniakan Allah kepadanya, sebab itulah bahagiannya.
Setiap orang yang dikaruniai Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk
menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersukacita dalam jerih
payahnya--juga itupun karunia Allah. Tidak sering ia mengingat umurnya, karena
Allah membiarkan dia sibuk dengan kesenangan hatinya.
Kesia-siaan kehidupan
Ada suatu
kemalangan yang telah kulihat di bawah matahari, yang sangat menekan manusia:
orang yang dikaruniai Allah kekayaan, harta benda dan kemuliaan, sehingga ia
tak kekurangan suatupun yang diingininya, tetapi orang itu tidak dikaruniai
kuasa oleh Allah untuk menikmatinya, melainkan orang lain yang menikmatinya!
Inilah kesia-siaan dan penderitaan yang pahit. Jika orang memperoleh seratus
anak dan hidup lama sampai mencapai umur panjang, tetapi ia tidak puas dengan
kesenangan, bahkan tidak mendapat penguburan, kataku, anak gugur lebih baik
dari pada orang ini. Sebab anak gugur itu datang dalam kesia-siaan dan pergi
dalam kegelapan, dan namanya ditutupi kegelapan. Lagipula ia tidak melihat
matahari dan tidak mengetahui apa-apa. Ia lebih tenteram dari pada orang tadi.
Biarpun ia hidup dua kali seribu tahun, kalau ia tidak menikmati kesenangan:
bukankah segala sesuatu menuju satu tempat? Segala jerih payah manusia adalah
untuk mulutnya, namun keinginannya tidak terpuaskan. Karena apakah kelebihan
orang yang berhikmat dari pada orang yang bodoh? Apakah kelebihan orang miskin
yang tahu berperilaku di hadapan orang? Lebih baik melihat saja dari pada
menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
Apapun yang ada,
sudah lama disebut namanya. Dan sudah diketahui siapa manusia, yaitu bahwa ia
tidak dapat mengadakan perkara dengan yang lebih kuat dari padanya. Karena
makin banyak kata-kata, makin banyak kesia-siaan. Apakah faedahnya untuk
manusia? Karena siapakah yang mengetahui apa yang baik bagi manusia sepanjang
waktu yang pendek dari hidupnya yang sia-sia, yang ditempuhnya seperti
bayangan? Siapakah yang dapat mengatakan kepada manusia apa yang akan terjadi
di bawah matahari sesudah dia?
___
No comments:
Post a Comment