20 Februari – Imamat 12:1-14:32
Pentahiran sesudah
melahirkan anak
TUHAN berfirman kepada Musa, demikian: "Katakanlah
kepada orang Israel: Apabila seorang perempuan bersalin dan melahirkan anak
laki-laki, maka najislah ia selama tujuh hari. Sama seperti pada hari-hari ia
bercemar kain ia najis. Dan pada hari yang kedelapan haruslah dikerat daging
kulit khatan anak itu. Selanjutnya tiga puluh tiga hari lamanya perempuan itu
harus tinggal menantikan pentahiran dari darah nifas, tidak boleh ia kena
kepada sesuatu apapun yang kudus dan tidak boleh ia masuk ke tempat kudus,
sampai sudah genap hari-hari pentahirannya. Tetapi jikalau ia melahirkan anak
perempuan, maka najislah ia selama dua minggu, sama seperti pada waktu ia
bercemar kain; selanjutnya enam puluh enam hari lamanya ia harus tinggal
menantikan pentahiran dari darah nifas. Bila sudah genap hari-hari
pentahirannya, maka untuk anak laki-laki atau anak perempuan haruslah dibawanya
seekor domba berumur setahun sebagai korban bakaran dan seekor anak burung
merpati atau burung tekukur sebagai korban penghapus dosa ke pintu Kemah
Pertemuan, dengan menyerahkannya kepada imam. Imam itu harus mempersembahkannya
ke hadapan TUHAN dan mengadakan pendamaian bagi perempuan itu. Demikianlah
perempuan itu ditahirkan dari leleran darahnya. Itulah hukum tentang perempuan
yang melahirkan anak laki-laki atau anak perempuan. Tetapi jikalau ia tidak
mampu untuk menyediakan seekor kambing atau domba, maka haruslah ia mengambil
dua ekor burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati, yang seekor sebagai
korban bakaran dan yang seekor lagi sebagai korban penghapus dosa, dan imam itu
harus mengadakan pendamaian bagi perempuan itu, maka tahirlah ia."
Penyakit kusta
TUHAN berfirman
kepada Musa dan Harun: "Apabila pada kulit badan seseorang ada bengkak
atau bintil-bintil atau panau, yang mungkin menjadi penyakit kusta pada
kulitnya, ia harus dibawa kepada imam Harun, atau kepada salah seorang dari
antara anak-anaknya, imam-imam itu. Imam haruslah memeriksa penyakit pada kulit
itu, dan kalau bulu di tempat penyakit itu sudah berubah menjadi putih, dan
penyakit itu kelihatan lebih dalam dari kulit, maka itu penyakit kusta; kalau
imam melihat hal itu, haruslah ia menyatakan orang itu najis. Tetapi jikalau
yang ada pada kulitnya itu hanya panau putih dan tidak kelihatan lebih dalam
dari kulit, dan bulunya tidak berubah menjadi putih, imam harus mengurung orang
itu tujuh hari lamanya. Pada hari yang ketujuh haruslah imam memeriksa dia;
bila menurut penglihatannya penyakit itu masih tetap dan tidak meluas pada
kulit, imam harus mengurung dia tujuh hari lagi untuk kedua kalinya. Kemudian
pada hari yang ketujuh haruslah imam memeriksa dia untuk kedua kalinya; bila
penyakit itu menjadi pudar dan tidak meluas pada kulit, imam harus menyatakan
dia tahir; itu hanya bintil-bintil. Orang itu harus mencuci pakaiannya dan ia
menjadi tahir. Tetapi jikalau bintil-bintil itu memang meluas pada kulit,
sesudah ia minta diperiksa oleh imam untuk dinyatakan tahir, haruslah ia minta
diperiksa untuk kedua kalinya. Kalau menurut pemeriksaan imam bintil-bintil itu
meluas pada kulit, imam harus menyatakan dia najis; itu penyakit kusta.
Apabila seseorang kena kusta, ia harus dibawa kepada imam.
Kalau menurut pemeriksaan imam pada kulitnya ada bengkak yang putih, yang
mengubah bulunya menjadi putih, dan ada daging liar timbul pada bengkak itu,
maka kusta idapanlah yang ada pada kulitnya. Imam harus menyatakan dia najis
dengan tidak usah mengurung dia, karena orang itu memang sudah najis.
Jikalau kusta itu timbul di mana-mana pada kulit, sehingga
menutupi seluruh kulit orang sakit itu, dari kepala sampai kakinya, seberapa
dapat dilihat oleh imam, dan kalau menurut pemeriksaannya kusta itu menutupi
seluruh tubuh orang itu, maka ia harus dinyatakan tahir oleh imam; ia
seluruhnya telah berubah menjadi putih, jadi ia tahir. Tetapi pada waktu ada
tampak daging liar padanya, najislah ia. Kalau daging liar itu dilihat oleh
imam, ia harus menyatakan orang itu najis, karena daging liar itu najis, dan
itu penyakit kusta. Atau apabila daging liar itu susut dan berubah menjadi
putih, haruslah orang itu datang kepada imam. Kalau menurut pemeriksaannya
penyakit itu telah berubah menjadi putih, haruslah imam menyatakan orang itu
tahir; memang ia tahir.
Apabila pada kulit seseorang ada barah yang telah sembuh,
tetapi di tempat barah itu timbul bengkak yang putih atau panau yang putih
kemerah-merahan, haruslah orang itu minta diperiksa oleh imam. Kalau menurut
pemeriksaannya panau itu kelihatan lebih dalam dari pada kulit dan bulunya
telah berubah menjadi putih, maka imam harus menyatakan orang itu najis, karena
penyakit kustalah yang timbul di dalam barah itu. Tetapi jikalau panau itu
diperiksa oleh imam dan ternyata tidak ada bulu yang putih padanya, dan tidak
lebih dalam dari pada kulit, malahan pudar, imam harus mengurung orang itu
tujuh hari lamanya. Dan jikalau panau itu memang meluas pada kulit, imam harus
menyatakan dia najis; itu penyakit kusta. Tetapi jikalau panau itu masih tetap
dan tidak meluas, maka itu bekas barah, dan imam harus menyatakan orang itu
tahir.
Atau apabila pada kulit seseorang ada lecur karena api dan
daging liar yang timbul pada lecur itu menjadi panau yang putih kemerah-merahan
atau putih, maka imam harus memeriksa panau itu; bila ternyata bulu pada panau
itu berubah menjadi putih dan panau itu kelihatan lebih dalam dari kulit, maka
yang timbul di dalam lecur itu adalah penyakit kusta, dan imam harus menyatakan
orang itu najis; itu penyakit kusta. Tetapi jikalau menurut pemeriksaannya
tidak ada pada panau itu bulu yang putih dan panau itu tidak lebih dalam dari
pada kulit, malahan pudar, imam harus mengurung orang itu tujuh hari lamanya.
Pada hari yang ketujuh imam harus memeriksa lagi dia; jikalau panau itu memang
meluas pada kulit, maka haruslah imam menyatakan dia najis, itu penyakit kusta.
Tetapi jikalau panau itu masih tetap dan tidak meluas pada kulit, malahan
pudar, maka itu bengkak lecur dan imam harus menyatakan dia tahir, sebab itu
bekas lecur.
Apabila seorang laki-laki atau perempuan mendapat penyakit
pada kepala atau pada janggut, imam harus memeriksa penyakit itu; bila itu
kelihatan lebih dalam dari kulit, dan ada padanya rambut halus yang kuning,
maka imam harus menyatakan orang itu najis, karena itu kudis kepala, yakni
kusta kepala atau kusta janggut. Dan apabila menurut pemeriksaannya penyakit
kudis itu tidak kelihatan lebih dalam dari kulit dan tidak ada padanya rambut
yang hitam, maka imam harus mengurung orang yang kena penyakit kudis itu tujuh
hari lamanya. Pada hari yang ketujuh imam harus memeriksa penyakit itu; bila
ternyata kudis itu tidak meluas dan tidak ada rambut yang kuning padanya, dan
kudis itu tidak kelihatan lebih dalam dari kulit, maka orang itu harus
bercukur, hanya tempat kudis itu tidak boleh dicukurnya. Lalu imam harus
mengurung orang yang kena kudis itu untuk kedua kalinya tujuh hari lagi.
Kemudian pada hari yang ketujuh imam harus memeriksa lagi kudis itu; bila ternyata,
kudis itu tidak meluas pada kulit, dan tidak kelihatan lebih dalam dari kulit,
maka imam harus menyatakan orang itu tahir, dan ia harus mencuci pakaiannya dan
ia menjadi tahir. Tetapi jikalau kudis itu memang meluas pada kulit, sesudah ia
dinyatakan tahir, dan menurut pemeriksaan imam kudis itu meluas pada kulit,
maka imam tidak usah lagi mencari rambut yang kuning, memang orang itu najis.
Tetapi jikalau menurut penglihatan imam kudis itu masih tetap, dan ada rambut
hitam tumbuh pada kudis itu, maka kudis itu sudah sembuh, dan orang itu tahir,
dan imam harus menyatakan dia tahir.
Apabila pada kulit seorang laki-laki atau perempuan ada
panau-panau, yakni panau-panau yang putih, imam harus melakukan pemeriksaan;
bila ternyata pada kulitnya ada panau-panau pudar dan putih, maka hanya
kuraplah yang timbul pada kulitnya dan orang itu tahir.
Apabila rambut kepala seorang laki-laki meluruh, dan ia
hanya menjadi botak, ia tahir. Jikalau rambutnya meluruh pada sebelah mukanya,
dan ia menjadi botak sebelah depan, ia tahir. Tetapi apabila pada kepala yang
botak itu, sebelah atas atau sebelah depan, ada penyakit yang putih
kemerah-merahan, maka penyakit kustalah yang timbul pada bagian kepala yang
botak itu. Lalu imam harus memeriksa dia; bila ternyata bahwa bengkak pada
bagian kepala yang botak itu putih kemerah-merahan, dan kelihatannya seperti
kusta pada kulit, maka orang itu sakit kusta, dan ia najis, dan imam harus
menyatakan dia najis, karena penyakit yang di kepalanya itu.
Orang yang sakit kusta harus berpakaian yang cabik-cabik,
rambutnya terurai dan lagi ia harus menutupi mukanya sambil berseru-seru:
Najis! Najis! Selama ia kena penyakit itu, ia tetap najis; memang ia najis; ia
harus tinggal terasing, di luar perkemahan itulah tempat kediamannya.
Apabila pada pakaian ada tanda kusta, pada pakaian bulu
domba atau pakaian lenan, entah pada benang lungsin atau benang pakannya, entah
pada kulit atau sesuatu barang kulit, --kalau tanda pada barang-barang itu
sudah kemerah-merahan warnanya, maka itu kusta--hal itu harus diperiksakan
kepada imam. Kalau tanda itu telah diperiksa oleh imam, ia harus mengasingkan
yang mempunyai tanda itu tujuh hari lamanya. Pada hari yang ketujuh ia harus
memeriksa tanda itu lagi; apabila tanda itu meluas pada pakaian atau benang
lungsin atau benang pakan atau pada kulit, entah untuk barang apapun kulit itu
dipakai, maka itu adalah kusta yang jahat sekali, dan barang itu najis. Ia
harus membakar barang-barang yang mempunyai tanda itu, karena itu kusta yang
jahat sekali; barang-barang itu harus dibakar habis. Tetapi jikalau menurut
pemeriksaan imam tanda itu tidak meluas pada barang-barang itu, maka imam harus
memerintahkan orang mencuci barang yang mempunyai tanda itu, lalu ia harus
mengasingkannya tujuh hari lagi untuk kedua kalinya. Kemudian sesudah barang
itu dicuci, imam harus memeriksa tanda itu lagi; bila ternyata rupa tanda itu
tidak berubah, biarpun itu tidak meluas, maka barang itu najis, dan engkau
harus membakarnya habis, karena tanda itu semakin mendalam pada sebelah
belakang atau sebelah muka. Dan jikalau menurut pemeriksaan imam tanda itu
menjadi pudar sesudah dicuci, maka ia harus mengoyakkannya dari barang-barang
itu. Tetapi jikalau tanda itu tampak pula pada barang-barang itu, maka itu
kusta yang sedang timbul; barang yang mempunyai tanda itu, haruslah kaubakar
habis. Tetapi barang-barang yang telah kaucuci, sehingga tanda itu lenyap dari
padanya, haruslah dicuci untuk kedua kalinya, barulah menjadi tahir.
Itulah hukum tentang kusta yang ada pada pakaian bulu domba
atau lenan atau pada benang lungsin atau pada benang pakan atau pada setiap
barang kulit, untuk menyatakan tahir atau najisnya."
TUHAN berfirman kepada Musa: "Inilah yang harus menjadi
hukum tentang orang yang sakit kusta pada hari pentahirannya: ia harus dibawa
kepada imam, dan imam harus pergi ke luar perkemahan; kalau menurut pemeriksaan
imam penyakit kusta itu telah sembuh dari padanya, maka imam harus
memerintahkan, supaya bagi orang yang akan ditahirkan itu diambil dua ekor
burung yang hidup dan yang tidak haram, juga kayu aras, kain kirmizi dan hisop.
Imam harus memerintahkan supaya burung yang seekor disembelih di atas belanga
tanah berisi air mengalir. Tetapi burung yang masih hidup haruslah diambilnya
bersama-sama dengan kayu aras, kain kirmizi dan hisop, lalu bersama-sama dengan
burung itu semuanya harus dicelupkannya ke dalam darah burung yang sudah
disembelih di atas air mengalir itu. Kemudian ia harus memercik tujuh kali
kepada orang yang akan ditahirkan dari kusta itu dan dengan demikian
mentahirkan dia, lalu burung yang hidup itu haruslah dilepaskannya ke padang.
Orang yang akan ditahirkan itu haruslah mencuci pakaiannya, mencukur seluruh
rambutnya dan membasuh tubuhnya dengan air, maka ia menjadi tahir. Sesudah itu
ia boleh masuk ke dalam perkemahan, tetapi harus tinggal di luar kemahnya
sendiri tujuh hari lamanya. Maka pada hari yang ketujuh ia harus mencukur
seluruh rambutnya: rambut kepala, janggut, alis, bahkan segala bulunya harus
dicukur, pakaiannya dicuci, dan tubuhnya dibasuh dengan air; maka ia menjadi
tahir.
Pada hari yang kedelapan ia harus mengambil dua ekor domba
jantan yang tidak bercela dan seekor domba betina berumur setahun yang tidak
bercela dan tiga persepuluh efa tepung yang terbaik diolah dengan minyak
sebagai korban sajian, serta satu log minyak. Imam yang melakukan pentahiran
itu harus menempatkan orang yang akan ditahirkan bersama-sama dengan
persembahannya di hadapan TUHAN di depan pintu Kemah Pertemuan. Dan ia harus
mengambil domba jantan yang seekor dan mempersembahkannya sebagai tebusan salah
bersama-sama dengan minyak yang satu log itu, dan ia harus mempersembahkannya
sebagai persembahan unjukan di hadapan TUHAN. Domba jantan itu harus
disembelihnya di tempat orang menyembelih korban penghapus dosa dan korban
bakaran, di tempat kudus, karena korban penebus salah, begitu juga korban
penghapus dosa, adalah bagian imam; itulah bagian maha kudus. Imam harus
mengambil sedikit dari darah tebusan salah itu dan harus membubuhnya pada
cuping telinga kanan dari orang yang akan ditahirkan dan pada ibu jari tangan
kanan dan pada ibu jari kaki kanannya. Imam harus mengambil sedikit dari minyak
yang satu log itu dan menuangnya ke telapak tangan kiri imam sendiri; ia harus
mencelupkan jari kanannya ke dalam minyak yang di telapak tangan kirinya itu
dan sedikit dari minyak itu haruslah dipercikkannya dengan jarinya tujuh kali
di hadapan TUHAN. Dari minyak selebihnya imam harus membubuh sedikit pada
cuping telinga kanan orang itu, pada ibu jari tangan kanannya dan pada ibu jari
kaki kanannya, di tempat mana darah tebusan salah dibubuhkan. Dan apa yang
tinggal dari minyak itu haruslah dibubuhnya pada kepala orang yang akan
ditahirkan. Dengan demikian imam mengadakan pendamaian bagi orang itu di
hadapan TUHAN. Imam harus mempersembahkan korban penghapus dosa dan dengan
demikian mengadakan pendamaian bagi orang yang akan ditahirkan dari
kenajisannya, dan sesudah itu ia harus menyembelih korban bakaran. Kemudian
imam harus mempersembahkan korban bakaran dan korban sajian di atas mezbah.
Dengan demikian imam mengadakan pendamaian bagi orang itu, maka ia menjadi
tahir.
Tetapi jikalau orang itu miskin dan tidak mampu, ia harus
mengambil domba jantan seekor saja sebagai tebusan salah untuk persembahan
unjukan, supaya diadakan pendamaian bagi orang itu, juga sepersepuluh efa
tepung yang terbaik diolah dengan minyak untuk korban sajian, dan satu log
minyak. Dan lagi dua ekor burung tekukur atau dua ekor burung merpati sekadar
kemampuannya, yang seekor harus menjadi korban penghapus dosa dan yang seekor
lagi menjadi korban bakaran. Pada hari yang kedelapan ia harus membawa semuanya
untuk pentahirannya kepada imam, ke depan pintu Kemah Pertemuan di hadapan
TUHAN. Kemudian imam harus mengambil domba tebusan salah dan minyak yang satu
log itu, lalu imam harus mempersembahkan semuanya sebagai persembahan unjukan
di hadapan TUHAN. Ia harus menyembelih domba tebusan salah dan imam harus
mengambil sedikit dari darah tebusan salah itu dan membubuhnya pada cuping
telinga kanan orang itu dan pada ibu jari tangan kanan dan ibu jari kaki
kanannya. Dan imam harus menuang sedikit dari minyak itu ke telapak tangan
kirinya sendiri, lalu sedikit dari minyak itu haruslah dipercikkan oleh imam
dengan jari kanannya tujuh kali di hadapan TUHAN. Kemudian imam harus membubuh
sedikit dari minyak itu pada cuping telinga kanan dari orang yang akan
ditahirkan, pada ibu jari tangan kanannya dan pada ibu jari kaki kanannya, di
tempat mana dibubuhi darah tebusan salah itu. Dan minyak selebihnya haruslah
dibubuhnya pada kepala orang yang akan ditahirkan, supaya diadakan pendamaian
bagi orang itu di hadapan TUHAN. Lalu ia harus mempersembahkan seekor dari
kedua burung tekukur atau anak burung merpati, yang dibawa orang itu sekadar
kemampuannya, yang seekor sebagai korban penghapus dosa, dan yang seekor lagi
sebagai korban bakaran, di samping korban sajian. Dengan demikian imam
mengadakan pendamaian bagi orang yang akan ditahirkan di hadapan TUHAN.
Itulah hukum tentang pentahiran seorang yang kena kusta yang
tidak mampu."
___
Ayo Saat Teduh: 20 Februari – Kasih Karunia Allah dan RohKudus
No comments:
Post a Comment